P. Sidimpuan, (Analisa). Seratusan massa yang tergabung dalam Kelompok Tani Andalan Napa (KTAN) menduduki badan jalan di kawasan Simpang Jalan Napa, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Selasa (10/1).
Ini mereka lakukan sebagai bentuk protes kepada pihak Perusahaan ANJ Agri Siais yang diduga telah menggarap lahan warga seluas 1.050 Hektar (Ha) di Dusun Paraupan Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapsel.
Pantauan Analisa, pada awalnya aksi protes terhadap perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit tersebut akan dilakukan dengan cara memasang portal atau tutup buka jalan sembari menghentikan setiap kendaraan sawit milik PA ANJA Siais.
Namun, atas upaya persuasif dan dialog yang dilakukan pihak Polres bersama unsur Muspika setempat akhirnya niat tersebut dibatalkan.
Masyarakat yang tergabung dalam KTAN itu kemudian hanya berorasi sembari mengusung spanduk atau poster yang memuat desakan agar pihak perusahaan segera mengembalikan tanah mereka.
Usai menggelar orasi sekitar setengah jam, seratusan massa tersebut kemudian memenuhi undangan pihak ANJA Siais difasilitasi Muspika setempat, untuk mengikuti dialog di aula kantor Camat Angkola Selatan.
Dalam dialog terbuka tersebut, Sekretaris KTAN Ridwan Harahap meminta agar masalah sengketa lahan ini dilihat dari sisi kemanusiaan dan historis keberadaan Desa Napa yang telah berdiri sebelum kemerdekaan Republik Indonesia (RI).
Dipaparkannya, kepemilikan tanah oleh warga Napa di kawasan Dusun Paraupandiawali saat kunjungan Bupati dan Ketua DPRD Tapsel pada tahun 1997 lalu. Saat itu, kedua pimpinan eksekutif dan legislatif tersebut melihat kondisi masyarakat yang mayoritas petani.
“Melihat kenyataan itu, Bupati menyerahkan tanah seluas 1.050 Ha kepada warga untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Surat Bupati atas kepemilikan tanah itu ada sama kami sampai saat ini. Tapi kok, saat perusahaan ANJ Siais yang dulunya bernama OPM masuk ke wilayah ini sekitar tahun 2005, mereka mengklaim lahan itu masuk HGU mereka. Jadi kami jadi heran sebagai masyarakat yang bodoh,” terangnya.
Parit Pemisah
Sementara Bendahara KTAN Muhammad Ginda Harahap mengungkapkan, jika pada tahun 2004 lalu ada dibuat parit pemisah antara lahan OPM dengan warga Napa di kawasan Dusun Paraupan.
“Saya bisa menunjukkan parit bahkan batas-batas antara lahan perusahaan dengan lahan milik warga,” katanya.
Lebih lanjut Ginda mengatakan, pihaknya telah empat kali mengadukan penggarapan lahan oleh ANJA Siais tersebut kepada pihak DPRD Tapsel bahkan Bupati saat ini, namun tidak pernah ada hasil yang positif.
“Makanya kami berniat memortal dan menghadang seluruh truk sawit milik ANJA yang melintas dijalan ini. Kami menilai sawit yang mereka angkut tersebut adalah milik warga Napa,” tegasnya.
Hal senada dikatakan, penasihat KTAN H.Maraganti Harahap yang meminta dengan tegas agar pihak ANJA mengembalikan lahan milik warga Napa sesuai surat Bupati Tapsel tahun 1997.
Dijelaskan, dari hasil audit KTAN pada 1.050 Ha lahan warga yang diberikan Bupati tersebut saat ini hanya tinggal 91 Ha yang dikuasai masyarakat sekitar. 250 Ha sudah diganti rugi perusahaan sedangkan 790 ha masih dikuasai ANJA Siaia.
“Bila dikurangkan, berarti lahan kami yang dikuasai ANJA sekitar 790 ha lagi. Kami mohon agar lahan itu segera dikembalikan kepada kami. Hanya itu tuntutan kami sebagai warga yang telah menetap lama di daerah ini,” imbuhnya.
Menanggapi pernyataan KTAN tersebut, Try Hidayat mewakili Public Relation PT ANJA Siais mengungkapkan, pihaknya tidak bisa memberikan jawaban atas klaim warga terhadap tanah yang masuk HGU ANJA Siais.
“ANJ Tidak bisa memberikan putusan atas klaim lahan tersebut. Namun perlu diketahui, ANJA selalu mengikuti prosedur pemerintah hingga mendapatkan HGU. Jika warga punya bukti-bukti baru mengenai kepemilikan lahan ini. Kami persilakan untuk membuktikan dalam jalur hukum. Bila masyarakat miliki surat bupati tahun 2007, kami miliki dokumen resmi HGU dari pemerintah,” sebutnya.
Diharapkannya, persoalan klaim warga atas lahan ANJA Siais ini dapat dilakukan dengan cara-cara kekeluargaan tanpa harus adanya upaya-upaya anarkisme karena akan merugikan kedua belah pihak.
“Mari sama-sama kedepankan upaya-upaya persuasif. ANJA tidak pernah menyelesaikan masalah dengan kekerasan namun selalu mengedepankan upaya-upaya yang bersifat kekeluargaan. Mohon agar KTAN juga dapat bersikap demikian,” ujarnya.
Dialog yang dimediasi Camat Angkola Selatan Zamher itu tidak menemukan kemufakatan hingga akhirnya pihak KTAN dan ANJA menerima usulan Kabag OPS Polres J Siregar Tapsel yang bersedia memediasi pertemuan (dialog) antara ANJA dan KTAN dalam waktu dekat.
Turut hadir dan memberikan tanggapan dalam dialog itu, anggota DPRD Tapsel Armeni Batubara, mantan camat Angkola Selatan Khamdi Pulungan, manager perkebunan ANJA Siais Agus Sibayang, Danramil Siais Afrizal serta para anggota KTAN.
Ini mereka lakukan sebagai bentuk protes kepada pihak Perusahaan ANJ Agri Siais yang diduga telah menggarap lahan warga seluas 1.050 Hektar (Ha) di Dusun Paraupan Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapsel.
Pantauan Analisa, pada awalnya aksi protes terhadap perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit tersebut akan dilakukan dengan cara memasang portal atau tutup buka jalan sembari menghentikan setiap kendaraan sawit milik PA ANJA Siais.
Namun, atas upaya persuasif dan dialog yang dilakukan pihak Polres bersama unsur Muspika setempat akhirnya niat tersebut dibatalkan.
Masyarakat yang tergabung dalam KTAN itu kemudian hanya berorasi sembari mengusung spanduk atau poster yang memuat desakan agar pihak perusahaan segera mengembalikan tanah mereka.
Usai menggelar orasi sekitar setengah jam, seratusan massa tersebut kemudian memenuhi undangan pihak ANJA Siais difasilitasi Muspika setempat, untuk mengikuti dialog di aula kantor Camat Angkola Selatan.
Dalam dialog terbuka tersebut, Sekretaris KTAN Ridwan Harahap meminta agar masalah sengketa lahan ini dilihat dari sisi kemanusiaan dan historis keberadaan Desa Napa yang telah berdiri sebelum kemerdekaan Republik Indonesia (RI).
Dipaparkannya, kepemilikan tanah oleh warga Napa di kawasan Dusun Paraupandiawali saat kunjungan Bupati dan Ketua DPRD Tapsel pada tahun 1997 lalu. Saat itu, kedua pimpinan eksekutif dan legislatif tersebut melihat kondisi masyarakat yang mayoritas petani.
“Melihat kenyataan itu, Bupati menyerahkan tanah seluas 1.050 Ha kepada warga untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Surat Bupati atas kepemilikan tanah itu ada sama kami sampai saat ini. Tapi kok, saat perusahaan ANJ Siais yang dulunya bernama OPM masuk ke wilayah ini sekitar tahun 2005, mereka mengklaim lahan itu masuk HGU mereka. Jadi kami jadi heran sebagai masyarakat yang bodoh,” terangnya.
Parit Pemisah
Sementara Bendahara KTAN Muhammad Ginda Harahap mengungkapkan, jika pada tahun 2004 lalu ada dibuat parit pemisah antara lahan OPM dengan warga Napa di kawasan Dusun Paraupan.
“Saya bisa menunjukkan parit bahkan batas-batas antara lahan perusahaan dengan lahan milik warga,” katanya.
Lebih lanjut Ginda mengatakan, pihaknya telah empat kali mengadukan penggarapan lahan oleh ANJA Siais tersebut kepada pihak DPRD Tapsel bahkan Bupati saat ini, namun tidak pernah ada hasil yang positif.
“Makanya kami berniat memortal dan menghadang seluruh truk sawit milik ANJA yang melintas dijalan ini. Kami menilai sawit yang mereka angkut tersebut adalah milik warga Napa,” tegasnya.
Hal senada dikatakan, penasihat KTAN H.Maraganti Harahap yang meminta dengan tegas agar pihak ANJA mengembalikan lahan milik warga Napa sesuai surat Bupati Tapsel tahun 1997.
Dijelaskan, dari hasil audit KTAN pada 1.050 Ha lahan warga yang diberikan Bupati tersebut saat ini hanya tinggal 91 Ha yang dikuasai masyarakat sekitar. 250 Ha sudah diganti rugi perusahaan sedangkan 790 ha masih dikuasai ANJA Siaia.
“Bila dikurangkan, berarti lahan kami yang dikuasai ANJA sekitar 790 ha lagi. Kami mohon agar lahan itu segera dikembalikan kepada kami. Hanya itu tuntutan kami sebagai warga yang telah menetap lama di daerah ini,” imbuhnya.
Menanggapi pernyataan KTAN tersebut, Try Hidayat mewakili Public Relation PT ANJA Siais mengungkapkan, pihaknya tidak bisa memberikan jawaban atas klaim warga terhadap tanah yang masuk HGU ANJA Siais.
“ANJ Tidak bisa memberikan putusan atas klaim lahan tersebut. Namun perlu diketahui, ANJA selalu mengikuti prosedur pemerintah hingga mendapatkan HGU. Jika warga punya bukti-bukti baru mengenai kepemilikan lahan ini. Kami persilakan untuk membuktikan dalam jalur hukum. Bila masyarakat miliki surat bupati tahun 2007, kami miliki dokumen resmi HGU dari pemerintah,” sebutnya.
Diharapkannya, persoalan klaim warga atas lahan ANJA Siais ini dapat dilakukan dengan cara-cara kekeluargaan tanpa harus adanya upaya-upaya anarkisme karena akan merugikan kedua belah pihak.
“Mari sama-sama kedepankan upaya-upaya persuasif. ANJA tidak pernah menyelesaikan masalah dengan kekerasan namun selalu mengedepankan upaya-upaya yang bersifat kekeluargaan. Mohon agar KTAN juga dapat bersikap demikian,” ujarnya.
Dialog yang dimediasi Camat Angkola Selatan Zamher itu tidak menemukan kemufakatan hingga akhirnya pihak KTAN dan ANJA menerima usulan Kabag OPS Polres J Siregar Tapsel yang bersedia memediasi pertemuan (dialog) antara ANJA dan KTAN dalam waktu dekat.
Turut hadir dan memberikan tanggapan dalam dialog itu, anggota DPRD Tapsel Armeni Batubara, mantan camat Angkola Selatan Khamdi Pulungan, manager perkebunan ANJA Siais Agus Sibayang, Danramil Siais Afrizal serta para anggota KTAN.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat berarti bagi blog ini